Jumat, 03 September 2010

Fajar di Petang Hari - Part 2, Sebuah Cerbung...

Fajar di Petang Hari - Part 2

Tempat yang sungguh indah menurutku. Entah karena bertemu Dia atau tempat ini benar-benar indah. Tempat ini nggak jauh dari rumah. Jadi, nggak terlalu malu kalau dilihat tetangga lagi nunggu di situ. Ini berawal sejak 4 bulan yang lalu. Waktu itu, aku kemalaman pulang dari kantor karena juga harus mengerjakan tugas kuliahku. Hari itu, bawaannya ingin marah terus. Aku nggak tahu apa penyebabnya. Kata teman-temanku sih karena aku terlalu setres. Yang pasti, mereka nggak mau dekat-dekat aku kalau aku lagi bete. Bisa-bisa ntar aku makan hidup-hidup mereka. Malam itu tingkat setres aku udah mencapai puncaknya. Sampai-sampai bos ku nyuruh aku pulang buat nenangin diri. Aku tahu dia tampak khawatir. Tapi, aku udah nggak peka sama keadaan sekitar kalau aku udah bete.
Malam itu, aku pulang seperti biasanya menggeber sekuter kesayanganku. Tapi bedanya, kali ini aku benar-benar nggak konsen. Aku udah nggak bisa mikir secara jernih lagi. Saat aku masuk gang menuju rumahku, tiba-tiba ada seekor kucing yang tiba-tiba lari di depan sekuterku. Otomatis aku banting setir ke kanan buat ngehindarin nabrak tuh kucing. Secara, aku kan pecinta kucing. Tapi, kenyataan berbeda dengan niat sebelumnya. Niatnya agar nggak nabrak kucing, malahan aku yang nabrak pagar bambu. Aku terjatuh dari sekuterku. Sekuterku langsung mati di tempat. Badanku rasanya sakit semua. Tangan dan kakiku penuh dengan goresan. saking banyaknya luka. aku nggak tahu luka mana yang sekarang aku rasain sampai menitihkan air mata. Aku memang orang yang jarang nangis, tapi kalau udah begini apa boeh buat. Air mata secara otomatis membsahi mataku. Disaat paling memalukan dan menyakitkan itulah, dia tiba-tiba muncul. Dengan tanpa basa-basi, Dia langsung nolong aku.
"Mbak kenapa? Jatuh?", tanyanya cemas. Aku cuma ngangguk, tanpa berkata apa-apa.
"Rumah mbak mana?", Tanyanya lagi. Lagi-lagi aku diam tanpa kata. masalahnya, kala aku ngomong, aku bisa nangis sejadi-jadinya. Alhasil, aku hanya nunjuk rumahku yang nggak jauh dari situ.
"Mbak bisa jalan?", Aku menggelengkan kepalaku. Aku benar-benar nggak tahan lagi.
"Ya udah. Mbak aku gendong ya?", Tanpa pikir panjang aku menerima tawarannya. Lagian sekarang bukan saatnya curiga sama orang. Yang penting aku pergi dari tempat terkutuk ini.
Dia menggendong aku. Tangannya hangat, dan bahunya sangat lebar. Rasanya nyaman sekali..... Dia mengantarku sampai rumah dengan selamat. Dia memencet bel rumahku. Ternyata yang ngebukain pintu adalah kakakku. Terjadilah salah paham.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar